Sulitnya Diusir dari Apple Store


Di Amerika Serikat, Apple Store memiliki reputasi bagus dalam melayani pelanggan. 
Bahkan meski pelanggan bertingkah aneh-aneh, para pegawai Apple Store tidak akan mengusir mereka. 
Hal ini dibuktikan oleh experimen seorang komedian Amerika bernama Mark Malkoff.

Berikut videonya :



 



Buat yang ga bisa buffer, gua kasi keterangannya :

Pertama, dia memesan pizza dan menawarkannya kepada seluruh pegawai Apple Store

Kedua, Mark datang dengan peniup terompet untuk mengadakan kencan di dalem Apple Store

Ketiga, dia datang menggunakan kostum Darth Vader untuk memperbaiki iPhonenya.

Keempat, dia datang ke Apple Store dengan membawa kambing!

Dan hasilnya? Nihil, ia tetap mendapat pelayanan yang baik dan tidak diusir dari Apple Store.

Kalo di Indonesia sudah digeret" sama satpam ya? wkwkwk
Read More

Share : About Pengemis


Lo semua pasti kenal sama yang namanya pengemis, walaupun gua yakin juga dari berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar, bahkan bertriliun-triliun, bahkan..., oke balik lagi, pasti ada pengemis di antara lu semua yang baca post ini. Entah pengemis cinta (oh man… uekss), pengemis duit jajan, pengemis..., pokoknya yang ngemis-ngemis deh.

Tapi pengemis yang mau gua bahas sekarang adalah pengemis yang suka bermelas-melas ria di pinggir jalan. Menjual kemelasan demi sesuap nasi, walaupun gua ga yakin nasinya cuma sesuap, dan pasti ada sayur, lauk pauk, buah dan susunya. Mungkin bukan cuma gua doang yang suka liat pengemis makan nasi padang sebungkus di jalan, bukan sesuap.

Nah, anak-anak, sekarang kita akan membahas tentang pengemis. Siapa yang ga tau apa itu pengemis? 'Saya bu!'. Ah, bodoh kamu!. 'Bu, ada upil'. Oke, stop jayusing, back to the topic. Ngemis. Menurut gua itu kata paling menjijikan yang pernah gua dengar. Dan sampe sekarang, yang sebenernya baru sekarang, gua bingung apakah ngemis itu dosa apa ngga. Tapi sebenernya kalo dipikir-pikir, ngemis itu asik loh. Menjadi kaya mendadak tanpa modal, kaya buku yang sering gua liat di toko *sensor*. Cuma butuh badan triplek sama muka melas ala bulldog. Tapi, sayang yang gua bahas kali ini sebenernya bukan trik menjadi pengemis. Mungkin lain kali bakal gua bikin post bertema kaya gitu. '3 Menit Sukses Usaha Menjadi Pengemis Profesional'. Um..., sepertinya gua cukup berbakat kan? Oke, sedikit keluar jalur.

Sekarang gua akan benar-benar membahas pengemis. Tatap mata saya dan pada hitungan ketiga anda akan masuk ke dunia ngemis-mengemis. 1, 2, 3... . Masuki dunia ngemis lebih dalam, lebih dalam lagi, dan sesaat lagi, saat anda mendengar tepuk tangan penonton, anda akan menjadi pengemis. Udalah, jayus lo j*ng! Oke, balik lagi. Pengemis itu sejenis manusia bermuka melas yang sering gua temukan di depan rumah, di depan sekolah, di kendaraan, di perjalanan, di mana saja. Mereka merupakan manusia terlatih yang berkemampuan seperti tuyul, namun tanpa kolor. Pemilik uang pun memberikan uangnya secara ikhlas, tidak dengan terpaksa, namun biasanya dengan berbagai motif. Misal, ngabisin stok duit receh sekalian beramal, nambahin pahala (sehari gope lumayan), caper depan cewe (ngasinya seribu untuk semua, ngerti kan? Ga ngerti? Bodo!), dll lah, kecuali ya gua pribadi, bukan karena alesan gaje dia atas, namun hanya sebatas kasihan dan donasi doa yang tak pernah tersampaikan. Oke, gua emang bukan orang religius.

Pengemis itu datang dan pergi, seperti cinta. Tapi cinta ga minta gope, tergantung seberapa matre cewe tersebut. Ngemis itu menurut gua, ga pantes. Laen dengan ngamen, ngamen si masih menjual sesuatu, suara. Yah, walaupun pake gitar cebol yang ga disetem sama suara doraemon, dan kadang pake kaleng biskuit bekas lebaran, tapi mereka seengganya masi berusaha menghibur, walaupun melalui jalan yang sesat, sama seperti pelacur. Tapi gua bukan samain pengamen sama pelacur yak. Kesamaannya ya, masi menjual sesuatu, kalo yang satu jual suara, yang satu jual harga diri.

Sodara gua pernah cerita, waktu itu dia denger ada pengemis lagi ngobrol sama tukang parkir. Kira-kira gini lah percakapan mereka :
TP: ‘’Eh, lu dapet berapa hari ini?”
P: “Baru 150 (ribu), biasa 500.”
TP: “Gua juga baru ? ribu.” (Lupa waktu itu dia bilang berapa, kayanya 75 ribu deh.)

Lumayan asik kan jadi pengemis? Sehari dapet 500 ribu! Ini bukan hoax. Emang kenyataan ada orang yang pake cara begituan buat mendapatkan duit. Coba kita itung pendapatan mereka sebulan. 1 bulan itu 30 hari. Jadi, 30 x 500 ribu = 15000 ribu (baca: LIMA BELAS JUTA!). Gila kan? 

Gua suka kesel sendiri kalo ngeliat pengemis-pengemis di jalanan itu. Uda kerjaannya minta, kadang maksa, gayanya nyolot pula. Rasanya pengen gua bakar-bakarin. Ada yang kalo dikasih gope, malah dilempar. Ga tau diri banget kan? Gua aja kalo dikasih gope, gua masukin ke celengan *sensor* gua. 

Ada juga waktu itu pas gua baru pulang dari amah gua (baca: nenek). Pas lewatin sejenis jamban, eh, jembatan gitu, ada anak kecil ngetok-ngetok pintu mobil gua. Nyokap gua turunin kaca jendela dan kasih tu anak gopean, terus gua liatin tuh anak, apakah dia akan membuang gopeannya? Ternyata tidak saudara-saudara! Dan menurut gua, gopean itu di kasih kea bang tukang jualan, dengan hipotesis gua bahwa uang sang anak itu kurang, soalnya gua liat itu anak bawa bungkusan kecil gitu, kayanya kue. Kue yang hangat, lezat manis dan menggugah selera…. Umm…, awas, keyboard rusak kena iler.

Miris gua kalo ngeliatin pengemis gituan lagi ngembat nasi padang ga bagi-bagi sama gua. Bukan soal nasi padangnya. Soalnya, pada suatu hari (rangkaian kata yang selalu menemani gua waktu bikin karangan pas gua kelas 4 SD), gua pulang dari Puncak. Selesai. Ga lah, terus di jalan gua liat ada seorang kakek kurung kering kerontang terduduk di tengah jalan. Lebih tepatnya si berdiri, pake tongkat, karena salah satu kakinya ga ada. Dan di lehernya di kalungin tulisan ‘Jual *sensor* (baca: apa sih namanya, lap yang buat ngelap bodi mobil itu loh, yang warnanya kuning) Rp 10.000,00’. Ini kisah nyata kawan-kawan, seorang kakek pincang berdiri di tengah jalan jualan kain-warna-kuning-yang-buat-ngelap-bodi-mobil seharga Rp 10.000,00. Berkualitas pula, ada di kertasnya, tulisannya ‘Berkualitas’, pada bisa baca kan? 

Sorry, ga ada picnya, foto gua mau? Ganteng loh! Ga sempet foto tuh kakek soalnya, gara-gara keasikan makan gemblong, yang kalengnya warna biru. Lebih enak katanya. Ingat, WARNA BIRU! Tau kan? Ga tau? Bodoh kamu!

Ya sudah deh, sekian saja curahan hatiku yang singkat ini. Singkat? Wtf?! Pokoknya pesan moralnya adalah, : “Jangan mengemis untuk mendapatkan uang, lebih baik jualan kain-warna-kuning-yang-buat-ngelap-bodi-mobil. Hanya Rp 10.000,00, murah berkualitas!”
Read More

Warna Feses dan Tubuh Manusia



Mungkin banyak dari kita yang suka nengok-nengok ke bawah, ngintip-ngintip ke arah belakang pas lagi boker. Warnanya bermacam-macam. Merah, kuning, hijau, dilangit yang biru. Tapi tau ga lu, kalo warna feses (baca: t41) itu ada hubungannya dengan tubuh kita.
                 
Secara singkat, dalam tubuh kita itu ada yang namanya Hemoglobin, pewarna merah yang terkandung dalam sel darah merah (eritrosit) kita. Nah, hemoglobin dari sel darah merah yang mati akan dirombak menjadi BIlirubin dan apa-rubin-gitu-namanya. Nah, Bilirubin ini, akan menjadi pewarna bagi feses dan urin. Feses dan urin yang normal berwarna kuning. Nih, data tentang warna feses menurut anak ganteng:
·          
  • ·         Kuning kecoklatan : Normal
  • ·         Kehijau-hijauan : Terlalu banyak makan sayuran
  • ·         Hitam : Ada kemungkinan kanker, atau pernah makan batu
  • ·         Putih : Ada kemungkinan kanker, atau kebanyakan makan nasi
  • ·         Merah : Terlalu pedas
  • ·         Biru : Abis berantem
  • ·         Abu-abu : Suram
  • ·         Ungu : Janda
  • ·         Krem : Warna kulitku
  • ·         Kuning bang, eh, langsat : Abis luluran
  • ·         Pelangi : Indah
  • ·         Polkadot : bopengan


Ok, cukup sekian info dari gua. Tidak semua dari post ini adalah fakta. Silahkan dibuktikan sendiri. Efek samping mungkin terjadi. Jika demam tidak turun dalam 3 hari hubungi dokter.
Pesan moral kali ini, : “Jangan percaya 100% dari apa yang anak ganteng seperti saya katakan”
Read More

Blog Archive